Kemendagri Dorong Daerah Terapkan Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana
AFajarNews Jakarta – Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sub-urusan bencana membutuhkan keterlibatan kecamatan selaku perangkat daerah kewilayahan yang terdekat dengan masyarakat. Langkah ini dapat dilakukan melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana (Kencana). Gerakan ini diyakini dapat meningkatkan peran kecamatan dalam menanggulangi bencana di wilayahnya.
Penjelasan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA saat menjadi pembicara kunci pada Focus Group Discussion (FGD) Konsultasi Publik Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana. Kegiatan bertajuk “Optimalisasi Peran Kecamatan dalam Pemenuhan SPM Sub Urusan Bencana” tersebut berlangsung di Millenium Hotel Sirih Jakarta, Selasa (18/10/2022).
Safrizal mengatakan, salah satu tantangan dalam penerapan SPM suburusan bencana adalah faktor jangkauan wilayah yang luas, dan banyaknya warga negara yang harus dilayani berdasarkan hasil kajian risiko. Karena itu, pihak terkait perlu memanfaatkan peran pemerintah di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa.
“Sehingga Pemda (pemerintah daerah) dapat lebih memastikan agar masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana memiliki pengetahuan sebanyak mungkin tentang risiko dan ancaman bencana yang mungkin mereka hadapi, sehingga dapat menekan semaksimal mungkin jatuhnya korban jiwa bila terjadi bencana,” tegas Safrizal.
Selain itu, Safrizal juga menyoroti minimnya sumber daya manusia (SDM) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Rata-rata perangkat daerah penanggung jawab SPM suburusan bencana ini hanya memiliki 30 hingga 40 personel dengan anggaran yang terbatas. Padahal cakupan warga negara yang perlu mendapat pelayanan begitu banyak.
Untuk itu, Pemda diminta mengembangkan strategi pelibatan pentahelix dan berbagai pendekatan yang inovatif dalam pemenuhan SPM suburusan bencana yang menjadi tanggung jawab BPBD kabupaten/kota. Ini misalnya dengan menggencarkan upaya Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) rawan bencana melalui masjid, koran, televisi, diskusi, iklan, SMS broadcast, pesan WhatsApp broadcast, dan sebagainya.
Dia menjelaskan, Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana merupakan inisiatif untuk memperkuat upaya penanggulangan bencana di daerah melalui dukungan kecamatan. Hal ini sesuai peran dan kewenangan yang dimiliki camat pada penerapan SPM suburusan bencana, dan pengoordinasian berbagai upaya penanggulangan bencana setingkat desa/kelurahan di wilayahnya.
“Camat adalah pemimpin masyarakat, pemimpin pemerintahan, mereka mampu menggerakkan sektor publik dan sektor sosial kemasyarakatan di samping memecahkan masalah-masalah sosial,” ujarnya.
Oleh karenanya, lanjut Safrizal, strategi pelibatan camat diharapkan akan memperluas jangkauan penerapan SPM suburusan bencana dengan metode penerapan yang lebih tepat sasaran, efektif, dan efisien. Melalui gerakan ini, nantinya banyak camat khususnya di wilayah berisiko bencana tinggi dapat berperan aktif menanggulangi bencana di wilayahnya. Gerakan ini diharapkan menjadi momentum untuk mengakselerasi keterlibatan camat dalam pemenuhan SPM suburusan bencana yang diiringi dukungan pendanaan.
Safrizal menambahkan, pelaksanaan gerakan ini memerlukan keterlibatan semua pihak meliputi Kemendagri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, camat. dan kepala desa. Langkah ini terutama untuk ikut membantu perbaikan tata kelola penerapan SPM di daerah. Dengan demikian, nantinya dapat memastikan layanan yang diterima masyarkat seperti KIE, gladi/pelatihan, serta penyelamatan dan evakuasi korban bencana dapat berjalan lebih terarah.
Adapun FGD ini menghasilkan beberapa rekomendasi tindak lanjut. Hal itu di antaranya BPBD selaku perangkat daerah penanggung jawab SPM, Bagian Tata Pemerintahan, dan camat perlu duduk bersama untuk mengidentifikasi dan merumuskan strategi pelaksananaan gerakan tersebut. Terlebih, hakikatnya gerakan ini bakal membantu terlaksananya tanggung jawab kepala daerah dalam pemenuhan SPM. Ini terutama bagi warga yang tinggal di kawasan rawan bencana maupun bagi korban bencana. Upaya ini perlu dilakukan agar dapat membagi peran dan kewenangan antara BPBD dan kecamatan dalam berkolaborasi menanggulangi bencana.
Sebagai informasi, FGD ini diikuti oleh lebih dari 250 peserta yang berasal dari 100 daerah yang terdiri atas unsur BPBD, sekretariat daerah, serta para camat yang memiliki indeks risiko bencana kategori tinggi. (Red)